Alkisah tentang seorang arif bijaksana yang sengaja datang ke sebuah majlis dengan baju yang compang-camping. Sang tuan rumah dan juga jamaah majlis tidak ada yang tahu sama sekali keberadaan seorang arif bijaksana tersebut sehingga menyilahkannya duduk di luar rumah. Lama sekali majlis tidak dimulai. Seluruh yang hadir menunggu kedatangan seorang arif bijaksana yang sejatinya telah hadir di majlis itu.
Jamaah mulai gusar. Air muka tuah rumah mulai gelisah. Khawatir jika sang arif bijaksana tidak datang. Pun juga dengan jamaah yang hadir, semuanya gelisah.
Selang beberapa saat, Sang arif bijaksana yang sedari tadi duduk di luar, berdiri dan beranjak dari tempat duduknya. Ia bergegas menuju pelataran rumah. Ia berganti pakaian yang telah ia siapkan di semak-semak sebelah rumah. Ia memakai jubah lengkap dengan sorban dan juga udengnya. Sejurus kemudian ia bergegas kembali menuju majlis.
Berjalan santai dan penuh wibawa, sang arif bijaksana disambut, dimuliakan, dan diciumi tangannya oleh tuan rumah dan jamaah yang hadir. Sang arif bijaksana disilahkan duduk di tempat yang sudah disediakan untuknya di dalam rumah.
Sesaat sebelum majlis akan dimulai, sang arif bijaksana berdiri. Ia melumuri seluruh jubahnya dengan jajanan yang ada di depannya. Kemudian sang arif bijaksana mencopot jubah, udeng, dan juga sorbannya tersebut satu persatu. Semuanya tanggal. Saat itulah terlihat jelas pakaian asli sang arif bijaksana yang dikenakanya tadi sebelum memakai jubah. Semua mata terbelalak, terutama tuan rumah. Ia ingat betul, pakaian yang dikenakan sang arif bijaksana adalah pakain gembel yang ia silahkan untuk duduk di luar rumah.
Sang arif bijaksana berkata “jika memang yang kalian hormati adalah pakaian dan kain-kain itu, maka saat ini ciumilah benda-benda itu.”
Jamaah menunduk. Menangis. Menyesal sembari menatapi jubah yang teronggok itu dengan tatapan yang nanar.