Aku pernah mematikan total hapeku selama 10 hari. Selama itu, aku tidak berhubungan dengan dunia luar sama sekali. Hanya dari situ kau bisa mengamati apa yang gadget dan koneksi internet telah renggut selama ini.
Katakanlah aku terjebak dalam sudut pandang yang menggelikan. Katakanlah aku salah menyikapi kemajuan, tapi hal-hal ini yang telah kupelajari dalam 10 hari. Sudahkah kau mencoba sendiri sebelum menjustifikasi?
Melalui layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Namun, kata orang bijak, "You are what you eat". Belakangan aku tahu bahwa hal itu tidak hanya berlaku untuk makanan perut, tapi juga "makanan pikiran". Apa yang telah kita masukkan dalam pikiran, jiwa, dan hati kita selama ini menentukan seperti apa diri kita. Lalu pernahkah bertanya, yang aku telan selama ini lebih banyak racun atau gizinya? Pantas kalau diri kita masih gini-gini saja. Ternyata ini sebabnya.
Just another celoteh
Bicara tentang narsisme fisik, seseorang yang narsis secara fisik tidak melihat kelebihan lain yang bisa ditonjolkan dalam dirinya. Entah itu intelegensia, bakat, atau pun kepopulerannya. Narsisme semacam ini akan mendorong seseorang bereksperimen dengan fisik untuk menggali lebih jauh potensi dirinya. Tujuan akhirnya adalah kepuasan dalam diri sendiri (private satisfaction) dan kepuasan yang didapati dari ruang publik (public satisfaction). Jika individu tidak mendapatkan penghargaan atas dirinya, ia akan mencipta sendiri. Niat utamanya adalah pemenuhan kebutuhan mendasar "self esteem" untuk diakui keberadaannya sebagai individu. Namun Bagaimana dengan narsisme yang dikarenakan sebaliknya, yaitu narsisme intelegensia? Source: Kompas.com